Jumat, 04 Maret 2011

SISTEM EKONOMI DI INDONESIA

Perkembangan sistem ekonomi sebelum orde baru
    Sejak berdirinya negara republik indonesia, banyak tokoh-tokoh negara yang pada saat itu merumuskan bentuk perekonomian di negara indonesia ini. Baik secara individu maupun kelompok.

       Salah satu contohnya yaitu Bung Hatta yang semasa hidupnya mempunyai ide, bahwa dasar perekonomian indonesia yang sesuai dengan cita-cita untuk tolong menolong adalah (Moh. Hatta dalam Sri-Edi swasono, 1985). Namun kekurangannya bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi. Dampaknya pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.

      Sumitro Djojohadikusumo adalah tokoh ekonomi indonesia, pada saat itu di negara Amerika tahun 1949, dalam pidatonya Beliau menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.

      Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di negara indonesia, maka menurut UDD'45, sistem perekonomian tercermindalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34. Pada saat itu demokrasi ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (suroso, 1993) :
  •  Perekonomian disusun sebagai sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
  • Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai        oleh negara.
  • Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh pemerintah itu pun untuk kemakmuran pemerintah.
  • Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan.
  • Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang di hendaki serta mempunyai hak dan kehidupan yang layak.
  • Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
  • Potensi, inisiatif dan daya kreasi warga negara berkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum, dan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh pemerintah.



Dengan demikian di dalam perekonomian indoneisa tidak mengijinkan adanya :

  • Free fiht liberalism yaitu adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum yang lemah. Akibatnya, bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
  • Etatisme yaitu keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
  • Monopoli yaitu suatu bentuk yang memusatkan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehimgga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk mengikuti "Kenginan Sang Monopoli".







      Meskipun pada awal perkembangan perekonomian indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokratis, dan mungkin campuran namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di indonesia. Pada awal tahun 1950-an s/d tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian indonesia. 

    Dan pada tahun 1960-an s/d masa orde baru, sistem etatisme pernah juga mewarnai corak perekonomian indonesia. Namun pada tahun 1950-an s/d tahun 1955-an sebenarnya telah di isi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. program tersebut antara lain :
  • Program Banteng tahun1950, yang bertujuan untuk membantu pengusaha pribumi.
  • Program / sumitro plan pada tahun1951.
  • Rencana lima tahun pertama, tahun 1955 - 1960.
  • Rencana delapan tahun.
itu lah cerita pertama kali sistem perekonomian indonesia pada masa sebelum orde baru
     Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan  pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademis Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa  “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademis semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.




LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

Secara normatif  landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.

Dengan demikian maka  sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme Kemanusiaan  yang adil dan beradab tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi Persatuan Indonesia  berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi Kerakyatan mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak serta Keadilan Sosial persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang.
Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan  merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.








Kajian Pengeluaran Publik


      Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

      Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

       Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar  tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar  telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar  ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. 


      Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.








Sumber :



  1. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_2/artikel_9.htm ( Sabtu 5 maret jam 13.00 )
  2. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf ( Sabtu 5 maret 13.00 )



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar